Mengendalikan Hama Pengisap Polong Dengan Jamur Entomopatogen
Riptortus linearis (L.) merupakan salah satu hama pengisap polong kedelai yang sangat penting karena daerah sebaran dan luas serangannya dapat ditemukan hampir diseluruh sentra produksi kedelai di Indonesia. Kehilangan hasil akibat R. linearis hingga mencapai 80%. Untuk mengendalikan hama ini, petani menggunakan insektisida kimia.
Insektisida kimia selain harganya mahal, juga mengakibatkan resistensi hama sasaran, resurjensi, terbunuhnya berbagai serangga berguna, pencemaran lingkungan, dan mengganggu kesehatan manusia. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa aplikasi dengan insektisida kimia tidak dapat menuntaskan masalah ledakan hama R. linearis.
Hal ini disebabkan insektisida kimia hanya mampu membunuh stadia nimfa dan imago. Sementara itu, stadia telur masih bertahan dan berkembang normal sehingga mengakibatkan populasi R. linearis yang ada selalu tumpang tindih. Lecanicillium (=Verticillium) lecanii merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang bersifat ovisidal terhadap telur R. linearis.
Telur R. linearis yang terinfeksi L. lecanii akhirnya tidak menetas. Sedangkan telur yang berhasil menetas membentuk nimfa I jika sudah terinfeksi L. lecanii akhirnya tidak dapat berkembang berganti kulit menjadi nimfa II maupun nimfa lebih lanjut. Kelebihan L. lecanii dalam menginfeksi stadia telur mengakibatkan perkembangan hama yang akan terjadi menjadi lebih tertekan sehingga peledakan hama sulit terjadi karena dikendalikan pada stadia lebih awal.
Karakteristik Bioinsektisida L. lecanii
Cendawan entomopatogen L. lecanii (Viegas) Zare & Gams (Deuteromycotina: Hyphomycetes) memiliki koloni berwarna putih pucat, tumbuh cepat pada media potato dextrose agar (PDA) dengan diameter hingga mencapai 7,3 cm pada umur 20 hari setelah inokulasi (HSI).
Konidiofor berbentuk fialid (whorls) seperti huruf V, setiap konidiofor memproduksi 5–10 konidia. Bentuk konidia silinder hingga elips, terdiri satu sel dan tidak berwarna (hilain). Konidia berukuran 1,9–2,2 x 5,0–6,1 μm.
Mekanisme Kerja Bioinsektisida L. lecanii
Konidia merupakan salah satu organ infektif bioinsektisida L. lecanii selain hifa. Konidia L. lecanii yang sudah diformulasi dalam bentuk tepung setelah dicampur dengan air akan membentuk tabung kecambah (Gambar 3 a) setelah 10 jam untuk penetrasi ke permukaan struktur inang. Setelah itu, membentuk haustorium (Gambar 3 b) yang berfungsi untuk mengabsorbsi nutrisi sebagai sumber makanan.
Struktur permukaan kulit telur R. linearis yang baru diletakkan oleh imago sangat mudah dipenetrasi oleh L. lecanii. Untuk penetrasi dan merombak struktur korion maka cendawan menghasilkan berbagai enzim kitinase, protease, amilase, dan lipase. Mikropil (mycropile) merupakan salah satu lubang alami telur (Gambar 4 b) yang digunakan sebagai tempat penetrasi miselium L. lecanii ke dalam telur.
Tabung kecambah yang sudah berhasil menembus struktur korion (Gambar 4 a) selanjutnya merombak isi telur, yaitu kuning telur yang terdiri dari protein dan sebagian lemak. Senyawa yang ada di dalam telur sebagian digunakan secara langsung maupun dirombak lebih sederhana oleh cendawan kemudian isi telur dikolonisasi oleh miselium cendawan.
Pada kondisi tersebut umumnya telur R. linearis tidak akan menetas karena calon embrio tidak terbentuk. Selanjutnya, miselium menembus keluar untuk sporulasi maupun kolonisasi permukaan telur luar (Gambar 4 b & 4 c) setelah nutrisi di dalam telur habis kemudian terjadi transmisi atau diseminasi ke inang baru.
Telur yang paling rentan terhadap L. lecanii adalah yang baru diletakkan imago (0–3 hari) dan umumnya di lapangan terjadi pada umur 35 hari. Telur yang berumur >3 hari lebih toleran terhadap L. lecanii sehingga berpeluang menetas lebih besar. Namun, nimfa yang terbentuk juga berpeluang besar terinfeksi L. lecanii karena L. lecanii memiliki kelebihan menginfeksi stadia nimfa maupun imago (Gambar 5 a, 5 b, dan 5 c).
Proses Pembiakan Bioinsektisida L. lecanii Isolat cendawan L. lecanii yang memiliki virulensi tinggi hasil eksplorasi dari lapangan kemudian ditumbuhkan pada media PDA. Pada umur 14 HSI, biakan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dicampur dengan air untuk diambil konidianya kemudian dikocok menggunakan vortex selama 30 detik. Jumlah konidia dihitung menggunakan haemocytometer hingga memperoleh kerapatan 106/ml.
Media tumbuh yang berasal dari beras direndam dalam air kemudian dibilas hingga bersih. Beras dimasak di dalam panci (dandang) setengah matang kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang berukuran 250 g setelah itu diikat dengan tali rafia. Media disterilisasi di dalam autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit. Media yang sudah steril diinokulasi dengan suspensi konidia L. lecanii 106/ml sebanyak 10 ml untuk 250 g media dengan cara disuntikkan menggunakan jarum suntik.
Biakan cendawan disimpan di dalam ruangan atau suhu kamar selama kurang lebih 21 hari untuk memproduksi konidia secara optimal. Pengambilan konidia yang terbentuk dengan cara biakan dicampur dengan air kemudian dikocok menggunakan shaker untuk merontokkan konidia yang terbentuk. Kerapatan konidia L. lecanii yang infektif untuk mengendalikan telur R. linearis minimal 107/ml.
CARA APLIKASI BIOINSEKTISIDA L. lecanii
Aplikasi sebaiknya disemprotkan keseluruh permukaan daun atau aplikasi di permukaan tanah dengan volume 500–600 l/ha karena telur R. linearis selain diletakkan imago di permukaan daun juga berpeluang jatuh ke tanah. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada sore hari dengan menambahkan bahan pelindung berupa minyak nabati kacang tanah atau minyak kedelai maupun minyak kelapa 2–5 ml/l. Frekuensi aplikasi selang 3 hari, mulai umur 35– 49 HST lebih efektif untuk menekan perkembangan populasi R. linearis di lapangan.
KEUNGGULAN BIOINSEKTISIDA L. lecanii
L. lecanii mampu memarasit spora penyakit karat (Pakhopsora pachyrhizi), downy mildew (Peronospora manshurica), dan powdery mildew (Microsphaera diffusa) hingga mencapai 36% (Gambar 5). Penyakit karat merupakan penyakit utama pada kedelai, sedangkan penyakit downy mildew dan powdery mildew menjadi masalah baru yang perlu dituntaskan karena pernah menggagalkan panen kedelai di Probolinggo tahun 2009.
Oleh karena itu, cendawan L. lecanii selain dapat digunakan untuk pengendalian telur R. linearis juga potensial untuk sebagai agens pengendalian penyakit kedelai. L. lecanii kompatibel dengan musuh alami (predator) Oxyopes javanus Thorell, Paederus fuscipes, dan Coccinella spp. Tiga predator tersebut merupakan serangga penghuni tajuk dan permukaan tanah yang mampu menekan beberapa jenis hama utama kedelai dari ordo Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera, dan Coleoptera. Penelitian di rumah kasa menunjukkan bahwa L. lecanii tidak menyebabkan kematian O. javanus. Sementara itu, dampak aplikasi L. lecanii hanya mengakibatkan kematian Coccinella spp. dan P. fuscipes sekitar 10% (Tabel 1). Oleh karena itu, bioinsektisida L. lecanii sangat baik dipadukan dengan pengelolaan hama penyakit terpadu (PHPT) kedelai.
Tabel 1. Dampak aplikasi L. lecanii terhadap mortalitas O. javanus.
HSA : Hari setelah aplikasi
Kerapatan Konidia L. lecanii (/ml) | Mortalitas O Javanus pada 30 HSA (%) |
---|---|
107 | 0 |
108 | 0 |
109 | 0 |
1010 | 0 |
1011 | 0 |
Deltametrin | 95 |
(*)Sumber : Balai Penelitian Pertanian Aneka Kacang dan Umbi
No comments