Analisis Biaya Pembelian Mesin Penanaman Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salahsatu jenis tanaman umbi yang mempunyai kandungan gizi cukup tinggi, namun membutuhkan hamparan lahan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pada basis bobot segar, kentang memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan ubi-ubian dan umbiumbian lainnya.
Kandungan protein tersebut berkualitas tinggi, dengan dicirikan oleh pola asam amino yang cocok dengan kebutuhan manusia. Sebutir kentang ukuran medium mengandung sekitar setengah vitamin C dan seperlima kalium dari rekomendasi serapan asupan harian. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
Kentang merupakan salahsatu komoditas sayuran penting di Indonesia. Produksi kentang telah berkembang dengan pesat selama dekade terakhir dan Indonesia telah menjadi negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara. Antara periode 1997-2009, produksi kentang di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 4 persen per tahun.
Produksi total tahunan meningkat dari sekitar 813 ribu ton pada tahun 1997 menjadi lebih dari 1 juta ton pada tahun 2009. Luas area kentang pada tahun 2009 mencapai lebih dari 71 ribu hektar. Hasil kentang per hektar juga meningkat dari sekitar 13.38 ton per ha pada awal tahun 2000 an, menjadi 16.5 ton per ha pada tahun 2009.
Berkaitan erat dengan tingkat adaptabilitasnya, pertanaman kentang di Indonesia tersebar terutama di daerah dataran tinggi. Tiga sentra produksi kentang utama di Indonesia menurut data statistik 2009 berturut-turut adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga sentra produksi tersebut rata-rata menyumbang 61% dari total areal panen dan 80% dari produksi total setiap tahun.
Kelompok sentra berikutnya adalah Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Jambi, dan Sulawesi Selatan yang memberikan kontribusi 21% dari total areal panen dan 19% dari total produksi. Walaupun dikembangkan pada agroekosistem yang relatif sama, produktivitas yang dicapai oleh setiap propinsi ternyata cukup beragam. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan intensitas pengelolaan antar sentra produksi yang tercermin dari perbedaan kualitas dan/atau kuantitas masukan yang digunakan.
Produksi dan produktivitas di sentra produksi masih mungkin ditingkatkan menjadi 20 - 30 ton/ ha melalui penggunaan benih bermutu varietas unggul, penerapan budidaya yang baik dengan mengacu panduan GAP/SOP. Dalam usahatani kentang masih ditemui beberapa kendala seperti varietas, benih, cara budidayanya, termasuk teknik pengendalian hama dan penyakit yang juga harus mendapat perhatian adalah kelangkaan tenaga kerja dan waktu penanaman yang relatif singkat (pada akhir musim hujan atau April - Juni untuk lahan tanpa pengairan).
Dalam produksi sayuran, hal ini merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, diperlukan mesin penanam kentang untuk meningkatkan efisiensi waktu, penggunaan bibit, tenaga kerja sehingga dapat menekan biaya penanaman. Kegiatan ini diharapkan dapat mendukung program pengembangan kawasan berbasis hortikultura dan dapat menciptakan lapangan kerja baru di perdesaan.
Spesifikasi Teknis
Dimensi (tanpa unit traktor)
Panjang : 1.140 mm
Lebar : 860 mm
Tinggi : 830 mm
Berat : 73 kg
Jumlah alur : 1 alur (baris)
Jumlah hopper : 1 buah
Kapasitas hopper : 35 kg (benih ukuran L: 10 butir kentang/kg )
Jarak tanam dalam baris : 0.3 m
Jarak antar baris : 0.75- 0.8 m
Tenaga penggerak : Traktor tangan 6,34 kW (8.5 HP), 2.000 rpm
Kapasitas kerja : 8 jam/ ha (pada kecepatan 1,7 km/jam)
Analisis Finansial
Mesin penanam kentang yang direkayasa dengan harga Rp 35 juta (termasuk traktor tangan) dan umur teknis 3 tahun, akan dicapai titik impas dengan pemakaian minimal 40 ha/ tahun, biaya operasional Rp 453.500,-/ha dan tenaga kerja 6 HOK/ ha. Sedangkan penanaman kentang secara manual dilakukan di Pangalengan, Jawa Barat adalah dengan cara membuat guludan terlebih dahulu setelah dilakukan pengolahan tanah, kegiatan ini membutuhkan tenaga kerja 25 HOK/ ha (hari orang kerja) atau Rp 275.000,-/ ha dan penanaman kentang 60 HOK/ha (atau Rp 660.000,-/ ha). Dengan hasil perhitungan ini, biaya tanam dapat diturunkan lebih dari 40%.
Analisis Finansial mesin penanam kentang
No | Data/Asumsi | Nilai |
---|---|---|
1 | Kapasitas (ha/jam)/(jam/ha) | 0,125 (8) |
2 | Jam kerja/hari | 8 |
3 | Hari kerja/bulan | 10 |
4 | Bulan kerja/tahun | 5 |
5 | Jam kerja/ tahun | 400 |
6 | Harga mesin (Rp) | 35.000.000 |
7 | Umur ekonomis (tahun) | 3 |
8 | Nilai sisa (s)=10% x P (Rp) | 5.250.000 |
9 | Jumlah operator | 3 |
10 | Upah operator (Rp/HOK) | 50.000 |
11 | Bunga Bank (i)=18% x P (Rp)/th | 2.012.500 |
12 | Biaya R&M/50 hours = 5% x P (Rp/50jam) | 1.750.000 |
13 | Bahan bakar (Bensin) (Rp/liter) | 4500 |
14 | Konsumsi Bahan Bakar (l/jam) | 1,2 |
Analisis Perhitungan Biaya
No | Data/Asumsi | Nilai |
---|---|---|
1 | Biaya Tetap | - |
- | a. Penyusutan | Rp 5.950.000/tahun |
- | b. Bunga Bank | Rp 2.012.500 |
- | Total Biaya Tetap | Rp 7.962.500 |
- | - | Rp 19.906/jam |
2 | Biaya Tidak tetap | - |
- | a. Upah operator | Rp 18.750/jam |
- | b. Bahan bakar | Rp 6.000/jam |
- | c. Pemeliharaan & perawatan | 7.050/jam |
- | Total biaya tidak tetap | Rp 31.800/jam |
- | Biaya pokok operasional | Rp 51.706/jam |
- | - | Rp 413.650/ha |
(*) Sumber : Teguh Wikan Widodo, Joko Pitoyo, Yanyan, Koes Sulistiadji, Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
No comments