• Breaking News

    Cara Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan sebagai Komponen PHT

    Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya, Pasal 21 UU yang sama menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilakanakan melalui kegiatan berupa pencegahan masuk dan keluar, pengendalian, dan eradikasi pengganggu tumbuhan. Di antara ketika kegiatan tersebut, yang menjadi fokus pelaksanaan PHT adalah kegiatan pengendalian, yaitu kegiatan yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menurunkan padat populasi organisme pengganggu tumbuhan sampai pada padat populasi yang tidak merugikan. Pada tulisan ini diuraikan lebih rinci bagaimana tindakan pengendalian dilakukan sebagai komponen PHT.




    Pasal 8 PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman menyatakan "Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan dengan memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan". Selanjutnya, Pasal 10 Ayat (2) PP yang sama menyatakan bahwa tindakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan dengan:

    1. cara fisik, melalui pemanfaatan unsur fisika tertentu;
    2. cara mekanik, melalui penggunaan alat dan atau kemampuan fisik manusia;
    3. cara budidaya, melalui pengaturan kegiatan bercocok tanam;
    4. cara biologi, melalui pemanfaatan musuh alami organisme pengganggu tumbuhan;
    5. cara genetik, melalui manipulasi gen, baik terhadap organisme pengganggu tumbuhan maupun terhadap tanaman;
    6. cara kimiawi, melalui pemanfaatan pestisida; dan/atau
    7. cara lain sesuai perkembangan teknologi.  

    Dalam kerangka PHT, ketujuh cara yang disebutkan di atas merupakan komponen teknologi PHT. Komponen PHT lainnya adalah komponen pengorganisasian yang sudah saya uraikan pada tulisan sebelumnya. Namun sebelum melanjutkan, saya akan uraikan secara lebih rinci terlebih dahulu setiap cara pengendalian sebagaimana tersebut di atas.

    Cara fisik (physical control), yaitu pengendalian yang dilakukan dengan memanfaatkan unsur fisika tertentu untuk secara langsung membunuh organisme pengganggu tumbuhan dan/atau secara tidak langsung dengan mengubah faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme pengganggu tumbuhan sasaran. Pengendalian dengan cara fidik dilaksanakan antara lain dengan teknik pembakaran, pengasapan, penggenangan, penghalangan, dsb. Pembakaran yang dilakukan pada saat pembukaan ladang tebas bakar bermanfaat untuk menurunkan populasi berbagai organisme pengganggu tumbuhan. Penggenangan sawah, selain untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi, juga bermanfaat untuk membunuh berbagai jenis organisme pengganggu tumbuhan yang terdapat dalam tanah. Pemagaran merupakan cara untuk menghalangi masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke areal pertanaman. Selain cara tradisional tersebut, pengendalian secara fisik juga dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik modern seperti pendinginan dalam almari pendingin (freezer) maupun almari penyejuk (kulkas), penggunaan cahaya untuk memerangkap dan penggunaan gelombang elektromagnetik.

    Cara mekanik (mechanical control), yaitu pengendalian yang dilakukan dengan mengggunakan alat dan atau kemampuan fisik manusia untuk mematikan individu hama secara langsung. Pengendalian mekanik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik tradisional seperti pemencetan dengan tangan, pencabutan tanaman yang terserang nematoda, pemangkasan pohon yang terserang, gropyokan, pemerangkapan dengan alat yang diberi zat kimia atraktan, penghalauan dengan memasang patung-patungan dari kertas warna-warni atau dengan bunyi-bunyian, dsb. Pengendalian secara mekanik juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik modern, misalnya dengan menggunakan perengkap berperekat, perusakan sarang dalam tanah dengan menggunakan traktor, pencabutan gulma perdu dan pohon dengan menggunakan traktor, dan menghalau burung dengan menggunakan pesawat drone yang dikendalikan jarak jauh.

    Cara budidaya (cultural control), yaitu pengendalian yang dilakukan dengan melalui pengaturan kegiatan bercocok tanam untuk mengurangi kesesuaian ekosistem terhadap hama, membuat gangguan terhadap keberlanjutan penyediaan keperluan hidup hama, mengalihkan hama menjauhi areal tanam, atau mengurangi dampak kerusakan hama. Pengendalian dengan metode budidaya dapat dilakukan dengan berbagai teknik, di antaranya sanitasi, penghancuran atau modifikasi inang atau habitat pengganti, pengolahan tanah, pengelolaan air, pergiliran tanaman, pemberaan lahan (fallow period), penanaman serentak, penetapan jarak tanam, pemberian serasah/jerami/mulsa untuk menghalangi peletakan telur dan menghambat pertumbuhan gulma, penanaman tanaman perangkap, pengubahan jadwal panen, dsb. Semua teknik ini dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan bercocok tanam.

    Cara hayati (biological control), yaitu pengendalian hama yang dilakukan dengan menggunakan musuh alami yang secara sengaja dibiakkan dan kemudian dilepaskan untuk mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang secara sengaja dibiakkan untuk digunakan mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan disebut agen pengendali hayati (biological control agent). Musuh alami dan agen pengendali hayati terdiri atas predator, parasitoid, patogen, antagonis, atau pemakan gulma. Pengendalian dengan metode hayati dapat dilakukan dengan teknik pengendalian hayati klasik, pelepasan augmentatif (pelepasan untuk pengayaan), atau pelepasan inundatif (pelepasan dalam jumlah besar). Pelepasan augmentatif dan pelepasan inundatif, selain dapat dilakukan dengan teknik pengendalian hayati klasik, juga dapat dilakukan dengan menggunakan biopestisida (pestisida hayati) bila agen pengendali hayati yang digunakan merupakan mikroba yang dapat diformulasikan sebagaimana halnya pestisida pada umumnya.

    Cara genetik (genetic control), yaitu pengendalian yang dilakukan dengan manipulasi genetik, baik terhadap organisme pengganggu tumbuhan maupun terhadap tanaman. Modifikasi genetik organisme penggau tumbuhan, khususnya modifikasi genetik serangga, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik sterilisasi dengan iradiasi, sterilisasi dengan khemosterilan, sterilitas silang, inkompatibilitas sitoplasmik, translokasi, dan teknik-teknik lainnya. Modifikasi genetik tanaman dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pemuliaan tanaman konvensional maupun teknik-teknik modern berbasis bioteknologi untuk menghasilkan kultivar tanaman tahan hama (ketahanan genetis) atau memodifikasi lingkungan sehingga tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama (ketahanan ekologis). Modifikasi genetik tanaman melalui rekayasa genetik menghasilkan tanaman yang secara umum disebut tanaman termofifikasi genetik (genetically modified crops) untuk berbagai tujuan, di antaranya untuk tujuan perlindungan tanaman, misalnya jagung, kapas, padi dan tembakau dengan memasukkan gen bakteri Bacillus thuringiensis yang mampu memproduksi protein beracun sebagaimana yang diproduksi oleh bakteri tersebut di alam.

    Cara kimiawi (chemical control), yaitu pengendalian dengan menggunakan bahan-bahan kimia untuk memerangkap, membunuh, atau mengusir hama. Bahan kimia beracun digunakan sebagai bahan aktif pestisida (pesticide active ingredients), sedangkan bahan tidak beracun digunakan sebagai bahan formulasi (pesticide formulation) untuk memungkinkan pestisida diaplikasikan kering atau basah. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan aktif pestisida dapat merupakan bahan alami atau bahan sintetik. Pestisida dengan bahan aktif alami yang digunakan dengan mengekstrak langsung dari tumbuhan disebut pestisida botanik (botanical pesticides). Pestisida yang bahan aktifnya mikroorganisme disebut biopestisida, tetapi biopestisida digunakan sebagai cara pengendalian hayati. Berdasarkan organisme penggaggu yang menjadi sasarannya, pestisida dibedakan menjadi insektisida (serangga), rodentisida (rodentia), akarisida (tungau), molusisida (moluska), nematisida (nematoda), fungisida (jamur), bakterisida (bakteri), herbisida (gulma), dsb. Pengendalian dengan metode kimiawi dapat dilakukan dengan teknik penyemprotan, penaburan, pengumpanan, penyuntikan, fumigasi, dsb. Penggunaan pestisida perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan karena pada dasarnya, pestisida bukanlah obat, melainkan racun (dari kata pest yang berarti hama dan caedo yang berarti membunuh).

    Formulasi pestisida kimiawi. Sumber: Wikipedia
    Pada saat ini cara pengendalian organisme tumbuhan terus berkembang dengan kecenderungan yang mengarah pada pemanfaatan rekayasa genetika (genetic engineering), baik yang dilakukan terhadap organisme pengganggu tumbuhan sehingga populasi yang bersangkutan tidak dapat meningkat maupun terhadap tanaman sehingga ketika diserang oleh organisme pengganggu tumbuhan tidak mengalami kerusakan berat. Ulasan mengenai perkembangan cara-cara pengendalian hama sesuai dengan perkembangan teknologi diberikan antara lain di SINI dan di SINI.

    Menurut prinsip PHT, pestisida kimiawi hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir. Tetapi ini tidak berarti bahwa semua cara harus dicoba terlebih dahulu dan pestisida kimiawi baru boleh digunakan ketika semua cara lainnya tidak efektif. Yang dimaksud sebagai pilihan terakhir adalah terakhir dalam mempertimbangkan, bukan terakhir dalam urutan penggunaan. Terakhir dalam pertimbangan berarti cara-cara lainnya perlu dipertimbangkan dengan matang terlebih dahulu dan pestisida baru digunakan bila setelah mempertimbangkan seluruh cara lainnya ternyata tidak dapat disimpulkan bahwa ada cara lain yang efektif. PHT juga bukan berarti bahwa berbagai cara harus selalu digunakan sekaligus, melainkan lebih kepada berbagai cara dipertimbangkan sehingga menghasilkan keputusan untuk melakukan pengendalian dengan menggunakan beberapa cara sekaligus atau bahkan dengan hanya menggunakan satu cara saja. Yang terpenting dalam hal ini adalah pertimbangan dalam pengambilan keputusan, bukan penggunaan beberapa macam cara sekaligus.

    Mahasiswa perlu mempelajari lebih banyak hal mengenai cara pengendalian ini. Cara-cara tersebut akan dibahas secara lebih mendalam dalam mata kuliah lanjutan dalam bidang perlindungan tanaman seperti ilmu hama tumbuhan, ilmu penyakit tumbuhan, dan ilmu gulma. Pendalaman juga dapat dilakukan dengan mengambil mata kuliah yang berkaitan dengan kategori organisme pengganggu tertentu seperti misalnya entomologi (serangga), akarologi (tungau), nematologi (nematoda), mikologi (jamur), bakteriologi (bakteri), dan virologi (virus). Matakuliah dasar-dasar perlindungan tanaman merupakan matakuliah pengantar untuk mempelajari berbagai kategori organisme pengganggu tumbuhan secara lebih mendalam. Bila Anda mempunyai sesuatu untuk disampaikan atau ingin menanyakan sesuatu, silahkan sampaikan pada kotak komentar di bawah ini.

    No comments

    Post Top Ad