Perlindungan Tanaman Bukan Hanya Soal Biologi, Tetapi Juga Soal Peraturan Perundang-undangan
Pada perkuliahan sebelumnya, Anda sudah belajar mengenai aspek biologi berbagai kategori organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Ketika belajar mengenai berbagai kategori OPT tersebut, Anda mungkin juga telah belajar mengenai nama ilmiah organisme dan aturan tata nama yang berlaku untuk setiap kategori organisme yang anggotanya berstatus sebagai OPT. Mungkin Anda sudah pernah mengakses ICZN, LPSN, ICTV, ICN, dan ICNCP, Jika belum silahkan klik untuk membuka dan membacanya. Anda akan menemukan aturan yang terdiri atas bab-bab dan pasal-pasal, mirip dengan peraturan perundang-undangan. Tetapi itu bukan peraturan perundang-undangan, melainkan hanya aturan yang disepakati oleh kalangan ilmuwan.
Aturan seperti itu tentu saja tidak sama dengan peraturan perundang-undangan yang akan kita pelajari mulai dari sekarang. Peraturan perundang-undangan yang kita pelajari sekarang berisi berbagai ketentuan yang mengikat secara hukum. Artinya, ketentuan tersebut harus diikuti atau dilaksanakan dan bila melanggar maka akan dikenai sanksi hukum. Misalnya, aturan perundang-undangan mengatur bahwa terhadap penyakit baru yang masuk ke suatu wilayah harus dilakukan tindakan eradikasi. Bila ada petani yang m enolak maka petani tersebut dapat dikenai sanksi hukum. Sebagai mahasiswa, Anda perlu memahami berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman sebagaimana diatur diatur melalui UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Selanjutnya, pengaturan dalam dua UU tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan.
Ketika Anda belajar mengenai biologi organisme pengganggu tumbuhan, Anda mungkin juga telah belajar mengenai klasifikasi organisme yang dilakukan dengan mengikuti peringkat taksonomik dari umum ke khusus. Peringkat taksonomik utama terdiri atas kerajaan, filum/divisi, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies. Dalam peringkat taksonomik ini, kerajaan lebih umum dari filum/divisi, filum/divisi lebih umum dari kelas, dan seterusnya. Karena kelas lebih khusus daripada filum/divisi maka aturan mengenai kelas lebih rinci daripada aturan lebih umum mengenai filum/divisi. Namun meskipun lebih rinci, aturan mengenai kelas tidak boleh bertentangan dengan aturan mengenai filum/divisi. Demikian juga peraturan perundang-undangan, mempunyai tata urutan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut :
Jika taksonomi mahluk hidup tidak perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan, mengapa perlindungan tanaman harus diatur dengan peraturan perundang-undangan? Jawabannya adalah karena pemerintah harus membuat kebijakan untuk melaksanakan dan mengembangkan perlindungan tanaman guna melindungi budidaya tanaman dari mengalami kerugian yang disebabkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. Sesuai dengan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia di mana setiap kebijakan harus mempunyai dasar hukum maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman supaya menteri pertanian, para direktur jenderal, kepala dinas provinsi, sampai pada kepala dinas kabupaten/kota beserta aparat masing-masing, dapat menetapkan kebijakan berkaitan dengan perlindungan tanaman. Kebijakan mengenai perlindungan tanaman perlu diambil mengingat arti penting perlindungan tanaman sebagai berikut:
Sebelum melanjutkan, Anda perlu terlebih dahulu mempelajari struktur sebuah peraturan perundang-undangan. Sebuah peraturan perundang-undangan terdiri atas bagian peraturan perundang-undangan itu sendiri dan bagian penjelasannya. Sebuah undang-undang, misalnya, penetapannya disahkan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang tersebut kemudian diumumkan melalui Lembaran Negara dan penjelasannya diumumkan melalui Tambahan Lembaran Negara. Undang-undang terdiri atas bagian awal yang meliputi butir-butir Menimbang dan Mengingat, sebelum kemudian dilanjutkan dengan bagian Memutuskan untuk Menetapkan. Berikutnya adalah bagian-bagian yang dibagi ke dalam sejumlah Bab, setiap Bab terdiri atas sejumlah Pasal dan Pasal dapat terdiri atas sejumlah Bagian (tidak harus ada) dan sejumlah Ayat (tidak harus ada). Setelah memahami struktur peraturan perundang-undangan, mari kita lihat secara umum isi dua UU dan dua PP yang saya sebutkan pada awal tulisan ini, apa saja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman?
Unndang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, sebagaimana namanya, bukan merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus perlindungan tanaman, melainkan mengatur budidaya tanaman. UU ini mengatur perlindungan tanaman pada Bagian Keenam, mulai dari Pasal 20 sampai Pasal 27, setelah pada Pasal 1 butir 7 didefinisikan istilah perlindungan tanaman sebagai "Segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan" dan pada Pasal 1 butir 8 didefinisikan istilah organisme pengganggu tumbuhan sebagai "semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan". Kemudian pada Pasal 20 diatur pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan tanaman serta masyarakat dan pemerintah sebagai yang bertanggung jawab melaksanakan perlindungan tanaman. Selanjutnya pada Pasal 21 diatur tiga kegiatan perlindungan tanaman, yaitu pencegahan masuk, pengendalian, dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan yang dilakukan, sebagaimana diatur pada Pasal 22, tanpa menimbulkan gangguan terhadap manusia, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup. Berikutnya, Pasal 23 sampai 26 berturut-turut mengatur palsakanaan pencegahan masuk (karantina), pengendalian, dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Pasal terakhir, Pasal 27, mengatur ketentuan mengenai kompensasi.
UU No. 14 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan memperkenalkan istilah hama dan penyakit hewan karantina (HPHK), hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) sebagai organisme pengganggu hewan, ikan, atau tumbuhan yang ditetapkan pemerintah untuk dicegah masuk ke dalam, tersebar di dalam, dan keluar dari wilayah negara Republik Indonesia. Kurang jelas, mengapa UU ini menggunakan istilah secara tidak konsisten, mengapa tidak disebut organisme pengganggu hewan karantina (OPHK), organisme pengganggu ikan karantina (OPIK), dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) atau disebut secara umum saja, organisme pengganggu karantina (OPK). Karena istilah yang digunakan tidak konsisten maka membaca isi UU ini menjadi tidak mudah. Bukan hanya itu, pembedaan ikan dari hewan dalam judul UU ini yang tidak disertai dengan penjelasan membuat siapa saja yang pernah belajar biologi menjadi bertanya, tanya sejak kapan ikan tidak lagi termasuk golongan hewan? Apakah lima kerajaan mahluk hidup kini sudah menjadi enam kerajaan?
UU No. 14 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan ini sebenarnya merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 23 UU No. 12 Tahun 1992 yang mengatur tentang tindakan karantina tumbuhan yang harus dilakukan terhadap setiap media pembawa OPT yang dimasukan ke dalam, dibawa atau dikirim dari satu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah NKRI. Tindakan karatina meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakukan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Tindakan karantina tersebut dimaksudkan agar HPHK, HPIK, dan/atau OPTK dapat dicegah masuk ke, tersebar dalam, atau keluar dari wilayah negara Indonesia. Dari segi isinya, yang merupakan pengaturan lebih lanjut terhadap salah satu dari tindakan perlindungan tanaman, UU ini tidak berbeda dengan PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari UU yang sama. Namun karena pencegahan masuk ke, tersebar dalam, atau keluar dari wilayah Indonesia terhadap HPHK, HPIK, dan OPTK begitu penting, jauh lebih penting dari tindakan pengendalian dan eradikasi, maka tindakan tersebut perlu diatur dalam UU tersendiri.
Tulisan ini saya sampaikan untuk mengantarkan Anda para mahasiswa peserta kuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman memahami bahwa perlindungan tanaman tidak hanya berurusan dengan aspek biologi OPT dan OPTK, tetapi juga dengan perundang-undangan. Pelaksanaan perlindungan tanaman oleh instansi pemerintah yang membidangi pertanian perlu dirumuskan dalam kebijakan dan dalam sistem yang berlaku di Indonesia, kebijakan harus mempunyai dasar hukum. Pemerintah perlu membuat kebijakan perlindungan tanaman yang dapat membantu petani meningkatkan produksi dan pada pihak lain tidak merugikan masyarakat luas. Karena peraturan perundang-undangan mempunyai urutan, aturan yang dimuat dalam UU seharusnya lebih ringkas daripada yang dimuat dalam PP. Isi keduanya seharusnya tidak boleh merupakan duplikasi, apalagi saling bertentangan. Tapi silahkan unduh dan baca sendiri isi keempat peraturan perundang-undangan yang sudah saya sebutkan lalu simpulkan sendiri, seberapa jauh keempatnya memenuhi ketentuan dasar tersebut.
Silahkan baca dan pelajari tulisan di atas secara seksama dan kemudian sampaikan komentar atau pertanyaan pada kotak komentar di bawah ini. Komentar atau pertanyaan harus sudah masuk sebelum 31 Oktober 2016. Komentar dan pertanyaan yang Anda sampaikan akan digunakan sebagai dasar penilaian kemampuan softskill Anda.
Aturan seperti itu tentu saja tidak sama dengan peraturan perundang-undangan yang akan kita pelajari mulai dari sekarang. Peraturan perundang-undangan yang kita pelajari sekarang berisi berbagai ketentuan yang mengikat secara hukum. Artinya, ketentuan tersebut harus diikuti atau dilaksanakan dan bila melanggar maka akan dikenai sanksi hukum. Misalnya, aturan perundang-undangan mengatur bahwa terhadap penyakit baru yang masuk ke suatu wilayah harus dilakukan tindakan eradikasi. Bila ada petani yang m enolak maka petani tersebut dapat dikenai sanksi hukum. Sebagai mahasiswa, Anda perlu memahami berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman sebagaimana diatur diatur melalui UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Selanjutnya, pengaturan dalam dua UU tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan.
Ketika Anda belajar mengenai biologi organisme pengganggu tumbuhan, Anda mungkin juga telah belajar mengenai klasifikasi organisme yang dilakukan dengan mengikuti peringkat taksonomik dari umum ke khusus. Peringkat taksonomik utama terdiri atas kerajaan, filum/divisi, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies. Dalam peringkat taksonomik ini, kerajaan lebih umum dari filum/divisi, filum/divisi lebih umum dari kelas, dan seterusnya. Karena kelas lebih khusus daripada filum/divisi maka aturan mengenai kelas lebih rinci daripada aturan lebih umum mengenai filum/divisi. Namun meskipun lebih rinci, aturan mengenai kelas tidak boleh bertentangan dengan aturan mengenai filum/divisi. Demikian juga peraturan perundang-undangan, mempunyai tata urutan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut :
- UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (analogi kerajaan);
- Ketetapan MPR (analogi filum/divisi);
- UU/Perppu (analogi kelas);
- Peraturan Presiden (analogi ordo);
- Peraturan Daerah Provinsi (analogi famili);
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (analogi genus).
Jika taksonomi mahluk hidup tidak perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan, mengapa perlindungan tanaman harus diatur dengan peraturan perundang-undangan? Jawabannya adalah karena pemerintah harus membuat kebijakan untuk melaksanakan dan mengembangkan perlindungan tanaman guna melindungi budidaya tanaman dari mengalami kerugian yang disebabkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. Sesuai dengan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia di mana setiap kebijakan harus mempunyai dasar hukum maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman supaya menteri pertanian, para direktur jenderal, kepala dinas provinsi, sampai pada kepala dinas kabupaten/kota beserta aparat masing-masing, dapat menetapkan kebijakan berkaitan dengan perlindungan tanaman. Kebijakan mengenai perlindungan tanaman perlu diambil mengingat arti penting perlindungan tanaman sebagai berikut:
- Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk
- Mempertahankan produktivitas pertanian pada taraf tinggi
- Meningkatkan kontinuitas produk, antara lain menjamin keberhasilan pertanaman ”of season”.
- Mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi produksi sehingga harga lebih dapat bersaing.
- Meningkatkan keamanan produk dan menurunkan kandungan residu cemaran berbahaya pada produk pangan sehingga tidak berbahaya bagi konsumen.
- Meningkatkan kepercayaan pasar domestik dan global terhadap produk pertanian Indonesia.
- Mendorong peningkatan kualitas manajemen usaha, kemandirian, dan volume usaha.
- Memberdayakan dan memandirikan petani sebagai pengelola usaha tani yang profesional dan berorientasi pasar dan selera konsumen.
- Meningkatkan kemampuan kelompok tani menjadi unit pembelajaran, unit produksi, dan unit pemasaran.
- Meningkatkan kesadaran dan komitmen petani terhadap pelestarian lingkungan hidup lokal, nasional, dan global.
- Meningkatkan kemampuan petani dalam mengembangkan dan menerapkan teknologi khas lokasi, memanfaatkan sumberdaya lokal, berwawasan lingkungan dan berdaya saing.
Sebelum melanjutkan, Anda perlu terlebih dahulu mempelajari struktur sebuah peraturan perundang-undangan. Sebuah peraturan perundang-undangan terdiri atas bagian peraturan perundang-undangan itu sendiri dan bagian penjelasannya. Sebuah undang-undang, misalnya, penetapannya disahkan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang tersebut kemudian diumumkan melalui Lembaran Negara dan penjelasannya diumumkan melalui Tambahan Lembaran Negara. Undang-undang terdiri atas bagian awal yang meliputi butir-butir Menimbang dan Mengingat, sebelum kemudian dilanjutkan dengan bagian Memutuskan untuk Menetapkan. Berikutnya adalah bagian-bagian yang dibagi ke dalam sejumlah Bab, setiap Bab terdiri atas sejumlah Pasal dan Pasal dapat terdiri atas sejumlah Bagian (tidak harus ada) dan sejumlah Ayat (tidak harus ada). Setelah memahami struktur peraturan perundang-undangan, mari kita lihat secara umum isi dua UU dan dua PP yang saya sebutkan pada awal tulisan ini, apa saja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman?
Unndang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, sebagaimana namanya, bukan merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus perlindungan tanaman, melainkan mengatur budidaya tanaman. UU ini mengatur perlindungan tanaman pada Bagian Keenam, mulai dari Pasal 20 sampai Pasal 27, setelah pada Pasal 1 butir 7 didefinisikan istilah perlindungan tanaman sebagai "Segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan" dan pada Pasal 1 butir 8 didefinisikan istilah organisme pengganggu tumbuhan sebagai "semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan". Kemudian pada Pasal 20 diatur pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan tanaman serta masyarakat dan pemerintah sebagai yang bertanggung jawab melaksanakan perlindungan tanaman. Selanjutnya pada Pasal 21 diatur tiga kegiatan perlindungan tanaman, yaitu pencegahan masuk, pengendalian, dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan yang dilakukan, sebagaimana diatur pada Pasal 22, tanpa menimbulkan gangguan terhadap manusia, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup. Berikutnya, Pasal 23 sampai 26 berturut-turut mengatur palsakanaan pencegahan masuk (karantina), pengendalian, dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Pasal terakhir, Pasal 27, mengatur ketentuan mengenai kompensasi.
UU No. 14 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan memperkenalkan istilah hama dan penyakit hewan karantina (HPHK), hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) sebagai organisme pengganggu hewan, ikan, atau tumbuhan yang ditetapkan pemerintah untuk dicegah masuk ke dalam, tersebar di dalam, dan keluar dari wilayah negara Republik Indonesia. Kurang jelas, mengapa UU ini menggunakan istilah secara tidak konsisten, mengapa tidak disebut organisme pengganggu hewan karantina (OPHK), organisme pengganggu ikan karantina (OPIK), dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) atau disebut secara umum saja, organisme pengganggu karantina (OPK). Karena istilah yang digunakan tidak konsisten maka membaca isi UU ini menjadi tidak mudah. Bukan hanya itu, pembedaan ikan dari hewan dalam judul UU ini yang tidak disertai dengan penjelasan membuat siapa saja yang pernah belajar biologi menjadi bertanya, tanya sejak kapan ikan tidak lagi termasuk golongan hewan? Apakah lima kerajaan mahluk hidup kini sudah menjadi enam kerajaan?
UU No. 14 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan ini sebenarnya merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 23 UU No. 12 Tahun 1992 yang mengatur tentang tindakan karantina tumbuhan yang harus dilakukan terhadap setiap media pembawa OPT yang dimasukan ke dalam, dibawa atau dikirim dari satu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah NKRI. Tindakan karatina meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakukan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Tindakan karantina tersebut dimaksudkan agar HPHK, HPIK, dan/atau OPTK dapat dicegah masuk ke, tersebar dalam, atau keluar dari wilayah negara Indonesia. Dari segi isinya, yang merupakan pengaturan lebih lanjut terhadap salah satu dari tindakan perlindungan tanaman, UU ini tidak berbeda dengan PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari UU yang sama. Namun karena pencegahan masuk ke, tersebar dalam, atau keluar dari wilayah Indonesia terhadap HPHK, HPIK, dan OPTK begitu penting, jauh lebih penting dari tindakan pengendalian dan eradikasi, maka tindakan tersebut perlu diatur dalam UU tersendiri.
Tulisan ini saya sampaikan untuk mengantarkan Anda para mahasiswa peserta kuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman memahami bahwa perlindungan tanaman tidak hanya berurusan dengan aspek biologi OPT dan OPTK, tetapi juga dengan perundang-undangan. Pelaksanaan perlindungan tanaman oleh instansi pemerintah yang membidangi pertanian perlu dirumuskan dalam kebijakan dan dalam sistem yang berlaku di Indonesia, kebijakan harus mempunyai dasar hukum. Pemerintah perlu membuat kebijakan perlindungan tanaman yang dapat membantu petani meningkatkan produksi dan pada pihak lain tidak merugikan masyarakat luas. Karena peraturan perundang-undangan mempunyai urutan, aturan yang dimuat dalam UU seharusnya lebih ringkas daripada yang dimuat dalam PP. Isi keduanya seharusnya tidak boleh merupakan duplikasi, apalagi saling bertentangan. Tapi silahkan unduh dan baca sendiri isi keempat peraturan perundang-undangan yang sudah saya sebutkan lalu simpulkan sendiri, seberapa jauh keempatnya memenuhi ketentuan dasar tersebut.
Silahkan baca dan pelajari tulisan di atas secara seksama dan kemudian sampaikan komentar atau pertanyaan pada kotak komentar di bawah ini. Komentar atau pertanyaan harus sudah masuk sebelum 31 Oktober 2016. Komentar dan pertanyaan yang Anda sampaikan akan digunakan sebagai dasar penilaian kemampuan softskill Anda.
No comments