Apa Saja Yang Diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Mengenai Perlindungan Tanaman
Pada tulisan sebelumnya Anda sudah mengunduh dan membaca pertauran perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman. Saya berharap, Anda telah mengunduh dan membaca UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari dua UU tersebut, yaitu PP No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Pada tulisan ini saya hanya mengantarkan Anda untuk merangkum beberapa hal pokok yang perlu Anda pahami dari keempat peraturan perundang-undangan tersebut dan mencari peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan hal-hal pokok tersebut.
Perlindungan tanaman yang diatur dalam UU No. 12 tahun 1992 adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan perlindungan tanaman yang diatur pada Pasal 20 sampai Pasal 27 adalah sebagai berikut:
Ketentuan pada Pasal 27 UU No. 12 Tahun 1992 tersebut menjadi dasar ditetapkannya PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman yang terdiri atas 6 Bab dan 29 Pasal sebagai berikut:
Sekarang mari kita beralih ke UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Sebelum melanjutkan, silahkan baca dan pahami terlebih dahulu sejumlah istilah sebagaimana didefinisikan pada Pasal 1. Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 1). Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 2). Hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian hewan, ikan, atau tumbuhan (Pasal 1 butir 3). Hama dan penyakit hewan karantina adalah semua hama dan penyakit hewan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 4). Hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah semua hama dan penyakit ikan atau organisme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 5). Media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina (Pasal 1 butir 6). Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu, yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media pembawa hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan (Pasal 1 butir 12). Selanjutnya mari lanjutkan membaca UU No. 16 Tahun 1992 yang terdiri atas 11 Bab dan 34 Pasal sebagai berikut:
Perlindungan tanaman yang diatur dalam UU No. 12 tahun 1992 adalah sebagai berikut:
- Pengertian perlindungan tanaman dan organisme pengganggu tanaman sebagaimana diatur pada Pasal 1 butir 7 dan butir 8 bahwa "Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan" dan bahwa "Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan".
- Pelaksanaan perlindungan tanaman yang diatur dalam Bagian Keenam Perlindungan Tanaman yang terdiri atas Pasal 20 sampai Pasal 27.
Pelaksanaan perlindungan tanaman yang diatur pada Pasal 20 sampai Pasal 27 adalah sebagai berikut:
- Sistem perlindungan tanaman (Pasal 20 Ayat (1)) dan tanggung jawab pelaksanaan perlindungan tanaman (Pasal 20 Ayat (2))
- Pelaksanaan perlindungan tanaman melalui tiga kegiatan (Pasal 21)
- Larangan penggunaan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan/atau lingkungan hidup (Pasal 22 Ayat (1)) dan pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan larangan tersebut (Pasal 22 Ayat (2))
- Pengenaan tindakan karantina terhadap setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 23)
- Pelaporan OPT dan kewajiban melaksanakan tindakan pengendalian oleh petani atau badan hukum (Pasal 24 Ayat (1)) dan kewajiban pemerintah melaksanakan pengendalian hanya jika terjadi ledakan OPT (Pasal 24 Ayat (2))
- Pelaksanaan eradikasi oleh pemerintah (Pasal 25 Ayat (1)) terhadap OPT yang sangat berbahaya (Pasal 25 Ayat (2)) dan pemberian kompensasi terhadap tanaman atau benda lainnya yang dimusnahkan dalam pelaksanaan eradikasi (Pasal 26 Ayat (1) dan Ayat (2))
- Ketentuan mengenai mengenai pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan yang lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 27)
Ketentuan pada Pasal 27 UU No. 12 Tahun 1992 tersebut menjadi dasar ditetapkannya PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman yang terdiri atas 6 Bab dan 29 Pasal sebagai berikut:
- Bab I: Ketentuan umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat defenisi mengenai istilah yang digunakan di dalam PP ini (Pasal 1), waktu pelaksanaan tindakan/kegiatan perlindungan tanaman (Pasal 2), sistem dan tindakan perlindungan tanaman (3), serta sarana dan cara perlindungan tanaman (Pasal 4).
- Bab II: Pencegahan penyebaran OPT yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 7, memuat ketentuan mengenai tindakan karantina (Pasal 5), jenis tindakan karantina (Pasal 6), dan penentuan area karantina (Pasal 7).
- Bab III: Pengendalian OPT yang mencakup Pasal 8 sampai Pasal 22, yang memuat pemaduan teknik pengendalian (8), pemantauan dan prakiraan OPT (9), cara pengendalian OPT (Pasal 10), pelaksanaan pengendalian OPT (11), sarana pengendalian OPT (Pasal 12 sampai Pasal 16), pelaporan pelaksanaan pengendalian OPT (Pasal 17), kewajiban memantau, mencegah, dan mengendalikan dampak negatif pelaksanaan pengendalian OPT (18), pestisida sebagai alternatif terakhir (19), pengawasan pestisida (20), pengendalian OPT yang berupa satwa liar (21), dan petunjuk teknis pengendalian OPT (Pasal 22)
- Bab IV: Eradikasi yang mencakup Pasal 23 sampai Pasal 26, memuat ketentuan mengenai eradikasi OPT (Pasal 23), ketentuan mengenai sasaran eradikasi selain OPT (Pasal 24), pelaksanaan eradikasi (25), dan ketentuan mengenai kompensasi atau bantuan (Pasal 26).
- Bab V: Ketentuan Peralihan yang mencakup Pasal 27 dan Pasal 28, mengatur mengenai tetap berlakunya peraturan yang mengatur penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang perlindungan tanaman kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan tetap berlakunya peraturan pelaksanaan yang tingkatannya berada di bawah PP
- Bab VI: Ketentuan Penutup, yang terdiri hanya atas Pasal 29, mengatur mengenai mulai berlakunya PP
- Peraturan Pemerintah RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
- Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
- Keputusan Menteri Pertanian No. 887/KPTS/OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
- Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida
- Peraturan Menteri Pertanian No. 24/Permentan/SR.140/4/2011 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida
- Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Pertanian No. 881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan 711/Kpts/TP.270/8/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian.
Sekarang mari kita beralih ke UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Sebelum melanjutkan, silahkan baca dan pahami terlebih dahulu sejumlah istilah sebagaimana didefinisikan pada Pasal 1. Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 1). Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 2). Hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian hewan, ikan, atau tumbuhan (Pasal 1 butir 3). Hama dan penyakit hewan karantina adalah semua hama dan penyakit hewan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 4). Hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah semua hama dan penyakit ikan atau organisme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 5). Media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina (Pasal 1 butir 6). Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu, yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media pembawa hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan (Pasal 1 butir 12). Selanjutnya mari lanjutkan membaca UU No. 16 Tahun 1992 yang terdiri atas 11 Bab dan 34 Pasal sebagai berikut:
- Bab I: Ketentuan umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat defenisi istilah (Pasal 1), azas (Pasal 2), tujuan (Pasal 3), dan ruang lingkup (Pasal 4).
- Bab II: Persyaratan karantina yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 8, memuat ketentuan pemasukan media pembawa ke wilayah RI (Pasal 5), pemindahan media pembawa antar area karantina (Pasal 6), pengeluaran media pembawa dari wilayah RI (7), dan kewajiban tambahan (Pasal 8).
- Bab III: Tindakan karantina yang mencakup Pasal 9 sampai Pasal 22, memuat ketentuan mengenai pengenaan tindakan karantina (Pasal 9), jenis tindakan karantina (Pasal 10), ketentuan mengenai setiap jenis tindakan karantina (Pasal 11-Pasal 19), pelaksanaan tindakan karantina (Pasal 20), tindakan karantina terhadap oyek di luar media pembawa (Pasal 21), dan pengutan jasa karantina (Pasal 22).
- Bab IV: Kawasan karantina yang mencakup Pasal 23, memuat penetapan kawasan sebagai suatu kawasan karantina.
- Bab V: Jenis Hama dan Penyakit, Organisme Pengganggu, dan Media Pembawa yang mencakup Pasal 24 dan Pasal 25, memuat penetapan jenis hama dan penyakit serta organisme pengganggu karantina, dan jenis media pembawa yang dilarang (Pasal 24), serta ketentuan mengenai media pembawa lain (Pasal 25).
- Bab VI: Tempat pemasukan dan pengeluaran yang mencakup Pasal 26 dan Pasal 27, memuat penetapan tempat-tempat pemasukan dan ketentuan mengenai alat angkut transit (Pasal 27).
- Bab VII: Pembinaan yang mencakup Pasal 28 dan Pasal 29, memuat pembinaan kesadaran masyarakat (Pasal 28), dan penggalangan peranserta masyarakat (Pasal 29).
- Bab VIII: Penyidikan yang mencakup hanya Pasal 30, memuat ketentuan mengenai penyidikan oleh petugas karantina.
- Bab IX: Ketentuan pidana yang mencakup hanya Pasal 31, memuat ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan karantina.
- Bab X: Ketentuan peralihan mencakup hanya Pasal 32, memuat ketentuan mengenai berlakunya peraturan perundang-undangan lain yang tidak bertentangan.
- Bab XI: Ketentuan penutup yang mencakup Pasal 33 dan Pasal 34, memuat peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 33), dan mulainya berlaku undang-undang ini (Pasal 34).
PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan terdiri dari 13 Bab dan 97 Pasal. Pada dasarnya PP tersebut merupakan pengulangan dari Pasal-Pasal dalam UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Namun demikian, sebelum melanjutkan membaca pasal demi pasal, silahkan benar-benar pahami terlebih dahulu beberapa konsep dasar sebagaimana didefinisikan pada Pasal 1 UU tersebut. Karantina Tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya OPT dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 2). Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) adalah semua Organisme Penganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 6). OPTK Golongan I adalah OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan cara perlakuan (Pasal 1 butir 7). OPTK Golongan II adalah semua OPTK yang dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan cara perlakuan (Pasal 1 butir 8). Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting (OPT Penting) adalah OPT selain OPTK, yang keberadaannya pada benih tanaman yang dilalulintaskan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan secara ekonomis terhadap tujuan penggunaan benih tanaman tersebut dan ditetapkan oleh Menteri untuk dikenai tindakan karantina tumbuhan (Pasal 1 butir 9). Area meliputi daerah dalam suatu pulau, atau pulau, atau kelompok pulau di dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran OPT (Pasal 1 butir 3). Media pembawa OPT adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa OPTK (Pasal 1 butir 10). Selanjutnya, silahkan baca isi pasal demi pasal yang diorganisasikan sebagai berikut:
- Bab I: Ketentuan umum, yang mencakup hanya Pasal 1,
- Bab II: Persyaratan karantina yang mencakup Pasal 2 sampai Pasal 5, memuat ketentuan pemasukan media pembawa ke wilayah RI (Pasal 2), pemindahan media pembawa antar area karantina (Pasal 3), pengeluaran media pembawa dari wilayah RI (4), dan kewajiban tambahan (Pasal 5).
- Bab III: Tindakan karantina yang mencakup Pasal 6 sampai Pasal 76, dibagi dalam 16 bagian: Bagian Pertama Umum (Pasal 6 sampai Pasal 14), Bagian Kedua Pemasukan Media Pembawa dari Luar Negeri ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 15 sampai Pasal 27), Bagian Ketiga Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa dari Suatu Area ke Area Lain di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 28 sampai Pasal 38), Bagian Keempat Pengeluaran dari Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 30 sampai Pasal 45), Bagian Kelima Instalasi Karantina (Pasal 46 dan Pasl 47), Bagian Keenam Tindakan Karantina Tumbuhan di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran (Pasal 48 sampai Pasal 50), Bagian Ketujuh Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap Orang, Alat Angkut, Peralatan, dan Pembungkus (Pasal 51 sampai Pasal 61), Bagian Kedelapan Transit Media Pembawa (Pasal 62 sampai Pasal 66), Bagian Kesembilan Transit Alat Angkut (Pasal 67 sampai Pasal 69), Bagian Kesepuluh Tindakan Karantina Tumbuhan Dalam Keadaan Darurat (Pasal 70), Bagian Kesebelas Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap Barang Diplomatik (Pasal 71), Bagian Keduabelas Tindakan Karantina Tumbuhan oleh Pihak Ketiga (Pasal 72), Bagian Ketigabelas Media Pembawa Dalam Penguasaan Instansi Lain (Pasal 73), Bagian Keempatbelas Pemasukan Media Pembawa yang Ditolak Negara atau Area Tujuan (Pasal 74), Bagian Kelimabelas Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting (Pasal 75), dan Bagian Keenambelas Dokumen Tindakan Karantina (Pasal 76).
- Bab IV; Pungutan Jasa Karantina Tumbuhan
- Bab V: Kawasan Karantina Tumbuhan
- Bab VI: Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Media Pembawanya
- Bab VII: Media Pembawa Lain
- Bab VIII: Tempat Pemasukan dan Pengeluaran
- Bab IX: Pembinaan
- Bab X: Kerjasama Antar Negara di Bidang Karantina Tumbuhan
- Bab XI: Petugas Karantina Tumbuhan
- Bab XII: Ketentuan Peralihan
- Bab XIII: Ketentuan Penutup
- Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 04/Permentan/PP.340/2/2015 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan
- Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 44/Permentan/OT.140/3/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
- Peraturan Menteri Pertanian No. 73/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Persyaratan dan Tatacara Penetapan Instalasi Karantina Tumbuhan Perorangan dan Badan Hukum, Lampiran
- Peraturan Menteri Pertanian No. 60/Permentan/OT.140/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
- Peraturan Menteri Perdagangan No. 60/M-DAG/PER/9/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura
- Peraturan Menteri Pertanian No.: 48/Permentan/SR.120/8/2012 tentang Produksi, Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura
- Peraturan Menteri Pertanian No.: 43/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Sayur Umbi Lapis Segar ke dalam Wilayah NKRI
- Permentan No. 42/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah NKRI
- Peraturan Menteri Pertanian No.: 16/Permentan/OT.140/3/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian No.: 90/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian N.: 18/Permentan/OT.140/2/2008 Tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
- Peraturan Menteri Pertanian No.: 15/Permentan/OT.140/3/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian No.: 89/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian No.: 37/Kpts/HK.060/1/2006 Tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
- Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.05/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura, Lampiran.
- Peraturan Menteri Pertanian RI No.03/Permentan/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
- Peraturan Menteri Pertanian 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina dan Lampiran.
- Peraturan Menteri Pertanian No. 56/Permentan/OT.140/9/2010 tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran
- Permentan No.27 th 2009 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan
- Peraturan Menteri Pertanian No.37/Permentan/OT.140/7/2009 tentang Penggunaan Pestisida Berbahan Aktif Metil Bromida untuk Tindakan Perlakuan Karantina Tumbuhan dan Perlakuan Pra Pengapalan
- Peraturan Menteri Pertanian No. 12/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Kemasan Kayu ke Dalam Wilayah NKRI
- Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 18/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Lampiran
- Peraturan Menteri Pertanian No.37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas
- Sebagai Anggota World Trade Organization (WTO): The WTO Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement)
- Sebagai anggota International Plant Protection Convention (IPPC): International Standards for Phytosanitary Measures
- Sebagai anggota Asia & Pacific Plant Protection Commission (APPPC): Plant Protection Agreement For The Asia And Pacific Region
Peraturan perundang-undangan yang mengatur maupun yang berkaitan dengan perlindungan tanaman jumlahnya sangat banyak. Dari sekian banyak peraturan perundang-undangan tersebut, dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan perlindungan tanaman dalam pelaksanaan budidaya tanaman sehingga perlu diketahui oleh petani dan oleh siapapun yang berkecimpung dalam bidang tersebut.
- Peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan perlindungan tanaman dalam pelaksanaan perdagangan bibit tanaman, tanaman, dan produk tanaman sehingga perlu diketahui oleh pedagang dan oleh siapapun yang berkecimpung dalam bidang tersebut.
- Peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan perlindungan tanaman dalam kelembagaan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman sehingga perlu diketahui oleh aparat pemerintah dan oleh siapapun yang berkecimpung dalam bidang tersebut.
Meskipun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman sedemikian banyak, bukan berarti dengan sendirinya permasalahan perlindungan tanaman dapat teratasi. Peraturan perundang-undangan hanyalah kumpulan bab, pasal, dan ayat dalam tumpukan kertas yang perlu dilaksanakan supaya dapat memberikan hasil yang diharapkan. Pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan memerlukan ketaatan setiap pihak yang menjadi objek pearuran untuk melaksanakan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Untuk keberhasilan suatu pearuran perundang-undangan, diperlukan dukungan semua pihak, termasuk dukungan para mahasiswa. Dukungan terpenting yang diperlukan dari mahasiswa pertama-tama adalah mempelajari peraturan perundang-undangan supaya mahasiswa dapat memahami peraturan perundang-undangan dimaksud. Selanjutnya mahasiswa dapat ikut berperan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada keluarga, kerabat, dan teman. Sesudah melakukan itu semua, mahasiswa bisa mengkritisi pihak-pihak yang lalai melaksanakan, termasuk mengkritisi pemerintah. Mahasiswa tidak sepatutnya hanya bisa mengkritisi, tetapi tidak memahami apa yang dikritisi, apalagi pernah berpartisipasi melaksanakan apa yang dikritisi.
Tulisan ini dimaksudkan pertama-tama untuk tujuan mendorong mahasiswa mempelajari peraturan perundang-undangan yang mengatur dan/atau berkaitan dengan perlindungan tanaman. Meskipun belum final karena masih dalam penyempurnaan, silahkan menyampaikan komentar atau pertanyaan yang relevan dengan tujuan tersebut dalam kotak komentar di bawah ini.
No comments