Menuju Sawit yang Produktif dan Bebas Konflik
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho memberikan sambutannya pada Rembuk Nasional Petani Sawit, 28 November 2018. [ksp] |
Pemerintah sangat mendukung ‘Rembug Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit’ dan memberikan arahan agar serikat petani sawit bekerja bersama untuk membantu pemerintah dalam memperbaiki tata kelola perkebunan sawit dengan menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) sehingga bisa berkelanjutan serta meningkat produktifitasnya.
Pernyataan itu disampaikan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho saat membuka mendukung rembug nasional bertema ‘Bergotong Royong untuk Moratorium Sawit’ yang digelar Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di Jakarta, 28 November 2018.
Yanuar Nugroho menegaskan bahwa Presiden Jokowi telah menetapkan fokus kerja dengan Inpres dan beberapa Perpres terkait, karena itu Rembuk Nasional Petani Kelapa Sawit 2018 harus dapat berkontribusi memastikan perkebunan kelapa sawit Indonesia bukan hanya untuk menjadi terluas di dunia. “Karena itu, pertambahan angka 14 juta hektar ke juta hektar selanjutnya tidaklah signifikan, yang signifikan adalah menjadikan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang paling produktif, mensejahterakan petani dan bebas konflik,” paparnya.
Turut hadir dan memberikan sambutan pada acara tersebut Bambang, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Ketua Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak dan Kepala Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Bustami, Perwakilan dari Inovasi Bumi (INOBU), Deputi Kementerian Perekonomian dan Wakil Bupati Musi Banyu Asin Beni Hernedi.
Acara dibuka dengan laporan Ketua SPKS Mansuetus Darto. Dalam pidato pembukanya Sudharto menyampaikan bahwa petani kelapa sawit siap mendukung moratorium kelapa sawit dan menyampaikan harapan-harapan dari para petani kepada pemerintah. Ia menekankan, saat ini para petani masih mengalami kesulitan dalam hal legalisasi lahan dan bantuan pendanaan untuk peremajaan
“Rembug Nasional ini juga bakal merumuskan dan merencanakan program perjuangan petani dan organsisasi-organisasi petani kelapa sawit untuk membangun tata kelola petani sawit Indonesia yang dapat memberikan kesejahteraan dan bisa berkontribusi untuk pembangunan sawit berkelanjutan,” ujarnya.
Dirjen Perkebunan juga menyampaikan beberapa antara lain: kondisi hasil komoditas perkebunan saat ini dan tantangan yang dihadapi. Beliau juga menggarisbawahi masih rendahnya produktifitas komoditi-komoditi tersebut jika dibandingkan negara lain. Di akhir paparan beliau memaparkan bahwa Dirjen Perkebunan akan terus melakukan perbaikan tata kelola dan membina petani.
Dalam kesempatan tersebut juga diberikan kepada Wakil Bupati Musi Banyuasin untuk menyampaikan paparan. Benni mewakili Bupati menyampaikan bahwa Kabupaten Musi Banyuasin komit mendukung penuh moratorium. Namun pihaknya hanya sedikit tidak jelas dengan istilah moratorium, karena judul di Inpres adalah penundaan dan evaluasi perizinan dan peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit. Benni juga memaparkan rencana kerja tahun depan dari Kabupaten Musi Banyuasin dalam mendukung Inpres Moratorium Kelapa Sawit.
Sebagaimana diketahui sejak 20 September 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Instruksi no 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam Inpres tersebut diatur 3 hal pokok yaitu : Peninjauan kembali/ review/ evaluasi terhadap perizinan yang sudah ada, Penguatan hilirisasi, artinya penguatan infrastruktur dan sumber daya yang memperkuat industri turunan dari kelapa sawit, dan Peremajaan tanaman guna meningkatkan produktivitas kebun.
Untuk mewujudkan ketiga hal pokok tersebut, tentu saja pemerintah perlu mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak terkait.
No comments