• Breaking News

    What's in a name? Tapi Anda mempunyai nama, kita pun meberikan nama kepada organisme pengganggu tumbuhan

    Sumber: Mama Kautz
    Suatu kali, sahabat saya yang sedang melakukan penelitian S3 dalam bidang ilmu gulma, bertanya kepada saya, gulma babi itu rupanya seperti apa? Dia bercerita, bahwa dia membaca referensi terjemahan yang menyebut nama gulma babi. Saya pun kemudian menjadi maklum, sama maklumnya ketika mendengar penerjemah pidato sambutan Wakil Gubernur NTT pada suatu lokakarya mengenai pengelolaan dampak penambangan mangan, menerjemahkan 'batu mangan' menjadi 'mangan stone'. Setelah saya sampaikan bahwa mungkin yang dimaksud dengan gulma babi adalah 'pig weed' yang nama dalam bahasa Indonesianya sebenarnya adalah bayam liar, dia pun menyumpah-nyumpah. Apa mau dikata, tapi saya kira dia bukan sendirian. Berapa banyak doktor dan profesor di negeri ini yang benar-benar fasih bahasa Inggris, termasuk fasih dalam persoalan nama? Yang lainnya mungkin mencoba mengikuti apa yang diucapkan Juliet Capulet, "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet", kepada kekasihnya, Romeo Montague, dalam drama "Romeo and Juliet" karya Shakespeare, sastrawan Inggris yang tersohor itu.


    Memang benar, kita sebut apapun kalau memang mawar maka tetap akan menyebarkan wangi mawar. Tapi bagaimana kalau dalam tulisan kemudian kita sebut mawar dengan nama lain, sebagaimana halnya pig weed disebut gulma babi? Dunia akademik pada dasarnya adalah dunia tulisan, sebab hanya tulisan yang bisa mendokumentasikan hasil penelitian menjadi bangunan ilmu pengetahuan. Dalam tulisan, nama digunakan untuk mewakili benda yang tidak hadir di hadapan pembaca. Kata mawar digunakan untuk mewakili suatu jenis tumbuhan yang berada nun entah di mana, dalam tulisan yang tidak lagi memencarkan wangi mawar. Karena itu, nama menjadi penting sebab kalau tidak maka antara penulis dan pembaca akan timbul perbedaan pengertian. Tapi nama akan berbeda dalam berbagai bahasa di dunia ini. Dalam bahasa Inggris bernama rose, dalam bahasa Indonesia mawar. Dalam bahasa Inggris bernama pig weed, dalam bahasa Indonesia bayam liar. Karena itu maka dalam menamai mahluk hidup diperlukan satu bahasa: berilmu satu, biologi; berbangsa satu, mahluk hidup; menjunjung bahasa persatuan Bahasa Latin (setidak-tidanya untuk nama).

    Tapi, mengapa harus bahasa Latin? Mengapa tidak bahasa Indonesia saja? Dahulu, bahasa Latin adalah bahasa yang digunakan oleh oleh kalangan orang-orang terhormat di Eropa. Dan ilmu pengetahuan, berkembang pada masa itu sehingga mau tidak mau, bahasa Latin menjadi bahasa kalangan ilmuwan. Sekarang, ilmuwan tidak lagi menggunakan bahasa Latin, tetapi penggunaan bahasa Latin sebagai nama mahluk hidup tetap dipertahankan. Alasannya, bahasa Latin merupakan induk dari bahasa-bahasa Eropa dan ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan Eropa (dan kini kebudayaan Barat pada umumnya). Sekarang, bahasa Latin merupakan bahasa yang tidak lagi digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh bangsa mana pun, sehingga dengan demikian tidak mengalami perubahan. Dengan begitu, penggunaan bahasa Latin terkesan tidak memihak, meskipun siapapun tahu hal ini tetap berpihak kepada bangsa-bangsa Eropa yang bahasanya berinduk pada bahasa Lain. Bukankah ilmu pengetahuan harus netral supaya bisa obyektif?

    Maka setiap mahluk hidup mempunyai nama dalam bahasa Latin atau kata-kata dari bahasa lain yang dilatinkan. Ingat nama Latin salak? Salaca zalaka, bukan mirip, tetapi memang dilatinkan dari kata salak. Demikian juga dengan Durio zibethinus, kata Durio dilatinkan dari kata durian. Dalam bahasa Latin, nama jenis (spesies) mahluk hidup terdiri atas dua bagian, bagian pertama adalah nama genus dan bagian kedua adalah nama penciri spesies. Kedua bagian nama ini merupakan nama spesies, seperti nama seseorang yang menggunakan nama marga, nama orang yang bersangkutan adalah nama dirinya ditambah dengan nama marganya. Hanya saja, nama mahluk hidup menggunakan susunan terbalik, nama Latin ditulis lebih dahulu dan kemudian diikuti dengan nama nama penciri jenis. Nama yang terdiri atas dua kata ini disebut nama binomial (nama dua bagian) dan merupakan nama ilmiah setiap spesies mahluk hidup yang telah dikenal. Dalam penulisannya, nama genus harus selalu diawali dengan huruf kapital, nama penciri spesies diawali dengan huruf kecil, keduanya ditulis miring.

    Nama ilmiah (atau nama Latin) biasanya ditulis dengan diikuti oleh singkatan, misalnya L. yang merupakan singkatan dari nama marga Carolus Linnaeus. Dalam hal ini, Linaeus adalah orang yang memberikan nama ilmiah tersebut, misalnya dalam hal nama ilmiah padi Oryza sativa L. maka L. menunjukkan bahwa nama ilmiah tersebut diberikan oleh Carolus Linnaeus. Seringkali satu spesies mahluk hidup mempunyai lebih dari satu nama ilmiah, tetapi dalam hal ini hanya satu nama yang merupakan nama ilmiah sahih (valid). Gulma kirinyu mempunyai nama ilmiah valid Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob. dengan sinonim: Eupatorium odoratum L., Eupatorium conyzoides Vahl, Eupatorium brachiatum Sw. ex Wikstr., Eupatorium atriplicifolium Vahl, dan Osmia odorata (L.) Schultz-Bip. Mula-mula Linnaeus memberi nama gulma ini Eupatorium odoratum, tetapi kemudian King dan Robinson menggantinya dengan nama Chromolaena odorata. Karena King dan Robinson mempertahankan nama penciri jenis odoratum (dan menyesuaikannya dengan nama genus jamak Chromolaena, menjadi odorata) maka singkatan nama Linnaeus tetap dipertahankan dalam nama baru tersebut dan ditulis dalam kurung (karena merupakan penciri spesies).

    Pada akhirnya, nama ilmiah dalam bahasa Latin  juga mengalami perubahan. Bukan hanya itu, mahluk hidup golongan tertentu bahkan mempunyai lebih dari satu nama. Misalnya, jamur nama Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griff. & Maubl. merupakan nama valid untuk jamur penyebab penyakit busuk diplodia pada jeruk. Nama ini mempunyai sinonim (nama alias) Botryodiplodia theobromae Pat., kedua nama ini digunakan sebagai nama ketika jamur berbiak hanya secara aseksual dengan menghasilkan konidia. Ketika jamur yang sama berbiak secara seksual, nama jamur tersebut adalah Botryosphaeria rhodina (Berk. & Curt.) v. Arx. Fase jamur yang belum diketahui dapat berkembangbiak secara seksual disebut anamorf (anamorph), yang sudah diketahui berkembang biak secara seksual disebut teleomorf (teleomorph). Dengan demikian Lasidiobasidium theobromae (Pat.) Griff. & Maubl. adalah nama anamorf, sedangkan Botryosphaeria rhodina (Berk. & Curt.) v. Arx. adalah nama teleomorf. Jamur dengan nama anamorf Botryosphaeria rhodina (Berk. & Curt.) v. Arx. juga dikenal dengan nama lain (sinonim) Physalospora rhodina Berk. & M.A. Curtis. Perhatikan bagaimana pencantuman nama pemberi nama (author) dalam nama-nama ilmiah jamur ini.

    Seringkali dijumpai penulisan nama ilmiah tanpa disertai dengan nama pemberi nama, apakah memang dibenarkan? Untuk tulisan yang tidak terlalu teknis, hal ini dapat saja dilakukan, tetapi untuk tulisan teknis seperti halnya skripsi, tesis, dan disertasi dalam bidang biologi atau ilmu lain yang berkaitan, penulisan nama ilmiah sebaiknya disertai dengan nama pemberi nama, setidak-tidaknya untuk penyebutan pertama kali. Hal ini perlu dilakukan mengingat nama yang sama dapat saja diberikan oleh orang lain tetapi terhadap jenis yang sama dengan ciri-ciri tertentu. Namun bila menggunakan nama ilmiah, lakukanlah dengan hati-hati. Gunakan nama ilmiah terhadap individu spesies, bukan terhadap produk. Yang mempunyai nama ilmiah Oryza sativa adalah padi sebagai mahluk hidup sehingga kurang tepat menyertakan nama tersebut setelah nama jerami padi, beras, nasi, apalagi bubur. Di program studi Agribisnis sering ditemukan penggunaan nama ilmiah secara sembarangan, misalnya saja 'pemasaran kacang hijau (Vigna radiata)'. Nama ilmiah kacang hijau memang Vigna radiata, tetapi kacang hijau dalam frasa 'pemasaran kacang hijau' bukan merujuk sebagai mahluk hidup, melainkan sebagai keterangan terhadap kata 'pemasaran'. Jangan-jangan nanti mereka juga memberi nama ilmiah Musa balbisiana terhadap pisang goreng dan di Minat Perlindungan Tanaman digunakan nama ilmiah Locusta migratoria terhadap istilah 'pengendalian belalang kembara': 'pengendalian belalang kembara (Locusta migratoria)'.

    Kalau sudah begini, saya tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Maunya menggunakan nama ilmiah supaya tulisan menjadi ilmiah, yang terjadi justeru sebaliknya. Jangan-jangan nanti akan ada guru besar menulis orasi ilmiah mengenai pengendalian penggerek buah kakao dan pada judul orasi ilmiahnya menulis: 'Pengendalian penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) ...". Kita tunggu saja, mudah-mudahan Anda pernah menonton drama Remeo and Juliet, atau setidak-tidaknya pernah membaca naskahnya. Atau, sesekali cobalah membaca novel 'Bumi Manusia' karya Pramudya Ananta Toer, supaya bisa menikmati liku-likunya kehidupan ...


    No comments

    Post Top Ad